Breaking News
Loading...
Friday, December 20, 2019

Info Post

INIDEWA365 - Sewaktu masih di Juventus, Massimiliano Allegri dikenal sebagai salah satu sosok ahli strategi di dunia sepak bola sekarang ini. Tidak jarang instruksinya membuat Bianconeri meraih serangkaian kemenangan.

Itulah juga yang membuatnya menjadi salah satu pelatih tersukses di Juventus. Ia menukangi raksasa Italia tersebut selama lima tahun dan telah mempersembahkan total 11 trofi dari berbagai kancah domestik.

Bahkan, bisa dibilang, Allegri membawa Juventus begitu dekat dengan trofi Liga Champions sejak tahun 2003 lalu. Ya, pria yang juga pernah melatih AC Milan tersebut membawa Juventus ke babak final Liga Champions sebanyak dua kali.

Selama lima musim, Allegri memiliki banyak formasi yang biasa digunakan. Mulai dari 3-5-2, 4-3-1-2, hingga terakhir 4-2-3-1. Selain itu, ia juga dikenal mampu mengubah posisi pemain seperti yang ia lakukan kepada Mario Mandzukic.

Sepak Bola adalah Seni

Namun ternyata, pria berumur 52 tahun itu malah tidak percaya dengan yang namanya taktik. Menurutnya, para pemain seperti Cristiano Ronaldo tidak boleh dibebankan dengan batasan-batasand dalam taktik permainan.

"Saat bola mencapai Ronaldo, [Paulo] Dybala, Ronaldinho, [Clarence] Seedord atau [Andrea] Pirlo, saya harus menaruh pemain lain di dalam satu posisi untuk memberikan bola kepada mereka," ujar Allegri kepada ESPN.

"Begitu mereka mendapatkan bola, mereka menentukan apa yang harus dilakukan dengan itu, keputusan apa yang terbaik," lanjutnya.

"Di Italia, taktik, skema, mereka semua adalah omong kosong. Sepak bola adalah seni dan senimannya adalah pemain kelas dunia. Anda tak perlu mengajari mereka apapun, hanya perlu mengaguminya saja," tambahnya.

Teknologi Buat Pelatih Jadi Tumpul

Tidak hanya itu, Allegri juga mengkritisi banyaknya teknologi pendukung dalam sepak bola. Menurutnya, bantuan teknologi justru membuat kemampuan penilaian dari seorang pelatih menjadi semakin tumpul.

Allegri mengatakan bahwa dulu, sewaktu masih di Juventus, ia dibekali dengan sebuah perangkat iPad. Namun ia malah jarang menggunakannya karena mampu mengingat apapun yang terjadi di sepanjang permainan.

"Seorang pelatih harus ada di sisi lapangan. Dia harus bernafaskan permainan, harus memahami kapan waktunya melakukan pergantian pemain, atau menarik pemain terbaik karena tim butuh pemain yang berbeda," sambungnya.

"Persepsinya bisa berbeda dari sisi lapangan. Mereka membuat sepak bola seperti sains eksakta. Dalam kasus itu, pelatih bisa saja pergi ke bioskop. Bila anda membuat semua menjadi mesin, anda tak perlu lagi berpikir soal pemain," tutupnya.